Selasa, 10 November 2015

Ibu Kosku Istimewa

Hari ini adalah hari minggu, enggan sekali rasanya beranjak turun dari kasur setelah semalaman menghabiskan waktu untuk bersenang senang. Apalagi dua orang teman kosku sedang ada keperluan magang diluar kota. Namaku Miko, aku seorang mahasiswa semester 8 yang sedang merantau ke kota kembang, tujuanku kesini adalah untuk menimba ilmu disalah satu kampus favorit bagi banyak mahasiswa. 

Waktu menunjukan pukul 10 pagi, matahari sudah lama menampakan sinarnya namun badan ini rasanya susah sekali diajak berkompromi, padahal hanya untuk sekedar bangun dan berbenah diri. Dikota ini aku kos, disebuah rumah sederhana dengan empat kamar dimana 3 kamar untuk anak anak kos dan 1 kamar untuk ibu kos dan seorang balita berusia tiga tahun satu bulan. Karena ditemani oleh 2 orang teman yang asik dan tidak resek membuatku jadi nyaman tinggal dirumah sederhana ini. 

Samar terdengar suara sesorang sedang menggosok gosokan kain pel kelantai, kutahu itu pasti Teh Nini, Ibu Kosku yang istimewa. Selain kedua teman kosku tadi, ada satu hal yang membuatku lebih merasa “nyaman” untuk tinggal disini, yaitu Ibu Kos. Ya, Ibu Kos. Seorang wanita separuh baya berusia 37 tahun. Pribadinya sangat baik kepada anak anak kos, ia sangat perhatian dalam mengurus kami. Bicara soal penampilan, penampilan Teh Nini cenderung manis, kulitnya putih langsat khas Sundanese namun tidak ada yang spesial dari tubuhnya,payudaranya sudah sedikit kendor dan ada sedikit lipatan diperut karena lemak, ya mungkin saja faktor usia.

Mendengar Teh Nini sedang mengepel diluar, menjadikanku teringat kembali akan kenangan empat tahun silam. Sebuah kenangan yang cukup membuatku merasa iba sekaligus kenangan yang menjadikan Teh Nini begitu istimewa bagiku. 

***

Saat itu tepat hari sabtu malam empat tahun silam, ketika aku baru satu bulan menempati kos ini, waktu itu aku masih sendiri dan belum ada dua teman yang menempati kos tersebut. Pukul 10 malam sepulang dari acara ospek kampus, aku merebahkan kedua kakiku disofa ruang utama sembari melepas penat. Samar samar terdengar suara isak tangis dari dalam kamar, yang kusadari itu berasal dari kamar Teh Nini. Sontak suara itu mencuri perhatianku, aku coba bertanya pada diriku apakah perlu aku masuk kamarnya dan sekedar bertanya apa yang sedang terjadi. Akhirnya kuputuskan memberanikan diri mengetuk pintu kamarnya dari luar.

“Teh… ini Miko teh…”

“Eh… ya mik kenapa…?” Teh Nini menjawab sambil terisak isak.

“Teteh kenapa? Miko boleh masuk ya?” 

Lalu Teh Nini membiarkanku masuk kedalam kamarnya. Kulihat dia sedang duduk sendirian ditepi ranjang tempat tidurnya sembari mengusap air mata yang tumpah dipipi. Memang sebelumnya aku sama sekali tidak tahu bagaimana kisah hidup Teh Nini hingga ia setiap hari hanya sendiri tanpa ada suami atau anak yang menemaninya. 

Akhirnya kutanyakan padanya perihal dirinya yang tersedu sedu menangis dimalam hari itu. Ia pun seolah tak tahan menahan besarnya gejolak yang ada dalam dirinya sehingga ia mau menumpahkannya dengan bercerita kepadaku. Singkatnya, dari cerita yang kudapat ternyata Teh Nini adalah seorang janda yang sudah tiga tahun diceraikan oleh suaminya, ia diceraikan karena suaminya menganggap Teh Nini tidak dapat memberinya keturunan setelah sepuluh tahun pernikahan mereka. Ia bercerita betapa suaminya sangat membencinya, karena waktu bercerai ia menganggap suaminya lah yang mandul dan hingga akhirnya mereka pun saling menuding satu sama lain. 

Kini setelah tiga tahun perceraiannya dengan sang suami, Teh Nini masih saja sendiri padahal suaminya sudah menikah dengan seorang gadis muda dan kini dikaruniai seorang bayi laki laki. Disinilah pertanyaanku mulai terjawab. Bermula dari chat BBM yang masuk dikontak Teh Nini, datangnya dari sang mantan suami. Ia mengirimkan sebuah gambar bayi yang baru saja lahir dan sedang dalam dekapan pelukan seorang wanita. Setelah gambar itu dikirimkan, lelaki itu mengirim sebuah pesan yang berisi bahwa tuduhan Teh Nini selama ini kepada dirinya adalah salah besar. Ia pun memaki Teh Nini dengan sebutan mandul, ia menumpahkan kemarahan masa lalunya saat itu juga dan ia merasa bangga karena kenyataannya bukan dirinya yang tidak subur melainkan Teh Nini. 

Terlihat Teh Nini kembali menangis kencang setelah bercerita dibagian itu. Akupun mengelus dada mendengar cerita tadi, kudekatkan dudukku disebelah Teh Nini, ia meminta maaf padaku karena mendengar cerita yang ia anggap sebagai aib pribadi itu. Kubilang padanya tak mengapa, dan kini ia sandarkan kepalanya dibahuku sembari mengusap air mata. Sesekali kubantu ia mengusap pipinya yang berlinangan air mata. Manis juga Teh Nini, pikirku.

Setelah beberapa saat dikamarnya, aku yang miskin akan pengalaman hidup ini mencoba sebisa mungkin menenangkan hatinya. Kubilang mungkin ini adalah jalan Tuhan, manusia kan hanya bisa menerima apa yang sudah digariskan olehNya. Teh Nini pun sedikit merasa baikan, ia berterima kasih padaku dan lantas menyuruhku untuk mandi karena bau keringatku yang semerbak tak sedap itu ternyata cukup mengusik Teh Nini. “Hahaha” aku tertawa sembari melihatnya cemberut memprotes bau badanku, ya wajarlah orang seharian digojlok sama senior. Jawabku.Aku beranjak dari ranjang Teh Nini, sesaat ketikaku mengangkat kaki ia justru menahan langkahku, ia genggam tanganku dan berkata.

“Miko...temenin teteh tidur ya…” pinta Teh Nini kepadaku.

Glek, ludahku tertelan. Aku merasa sedikit bingung akan maksud dari Teh Nini, kucoba bertanya kembali.

“Mmm…maksudnya Miko tidur dikamar teteh gitu?”

“Iyaaa kamu bobok sini ya, gatau kenapa malem ini teteh kok merasa takut tidur sendiri…”

Akhirnya kuiyakan saja permintaannya, toh dikamarnya juga ada sofa jadi aku bisa tidur disofa itu nanti. Segera ku keluar menuju kamar mandi untuk membersihkan peluh keringat dan kotoran sisa penjajahan di kampus tadi. Air malam itu sungguh dingin, namun mau bagaimana lagi akupun tak mau meninggalkan aroma yang tak sedap dikamar Teh Nini yang wangi dan rapi itu.

Setelah kubersihkan semua badanku, akupun segera bergegas menuju kamar Teh Nini. Ngantuk dan capek sekali badan ini, ingin rasanya segera memejamkan mata mengistirahatkan tubuh. Kuketok pintu kamar, dan ku masuk kedalam. Tampak Teh Nini sedang duduk disofa mengaduk aduk dua cangkir minuman yang ia siapkan untuku. Ah, teh hangat disituasi seperti ini pasti nikmatnya bukan main! batinku. Segera kuhampiri Teh Nini dan ia pun mempersilahkanku untuk meminumnya sebelum tidur. Ia sempat menanyai tentang ospek dikampusku, kujawab saja mengerikan.

Mata sudah semakin susah diajak kompromi hingga saatnya aku pamit hendak tidur sofa. Namun, justru jawaban mengejutkan yang aku dapatkan. Teh Nini malah memintaku untuk tidur satu ranjang dengannya. Akupun mengatakan bahwa tidak mengapa jika aku tidur disofa, namun Teh Nini seperti ada tujuan lain sehingga membuatku mengiyakan permintaannya. Akupun segera berbaring diranjang empuknya itu, begitupula dengan dirinya. Lampu kamar sudah diganti dengan lampu tidur, suasana remang remang lampu menerangi kami berdua. Tak lama akupun tertidur mendahului Teh Nini yang ada disebelahku.

Baru sejenak terlelap, perasaanku menjadi sedikit aneh. Aku tak tahu ini mimpi atau bukan, namun seperti ada sesatu yang menggerayangi bagian paling sensitif bagi para pria punyaku. Aku masih memejamkan mata, namun sepertinya aku tersadar ini bukanlah sebuah mimpi. Kucoba merasakan apa yang sedang dialami kemaluanku malam ini. Semakin lama semakin merasa nyaman, kurasakan sensasi nikmat yang muncul dari penisku. 

Matakupun kubuka sedikit, mengintip apa yang sebenarnya sedang terjadi. Benar saja, kaget sekali kudibuatnya. Tampak sebuah kepala seorang wanita menghadap kebawah sedang mengulum penisku dengan lahapnya. Dengan hati yang berdebar, kucoba melirik kesamping, apakah itu Teh Nini atau “makhluk lain.” 

Setelah kulirik kekanan dan kekiri ternyata Teh Nini tidak ada, lega rasanya. Namun, pertanyaan muncul kembali, apa yang dilakukan Teh Nini? Kenapa dia menyepong penisku saat ini? Aku menjadi semakin bingung. Birahiku semakin lama semakin memuncak seiring sepongan maut janda tak beranak itu. Tiba tiba saja badanku menggelinjang dahsyat, masih dalam posisi pura pura tidur aku merasakan spermaku menyembur keluar dari dalam penis. Kulirik sedikit kearah Teh Nini, tampak ia tersenyum menatapku yang masih pura pura tidur itu, entah ia sadar atau tidak yang pasti mulutnya belepotan oleh sperma kentalku yang sudah beberapa minggu tak aku keluarkan.

Setelah mengenakan celanaku kembali, Ia beranjak dari ranjang dan sepertinya hendak menuju kamar mandi. Sekembalinya dari kamar mandi ia langsung beranjak tidur disebelahku. Ia miring kekanan dan aku pun dibelakangnya menatap tubuh wanita setengah baya itu dari belakang. Kuperhatikan daster katunnya sembari berpikir, apa yang membuat ia mengulum penisku seperti itu. Apakah ia sedang horny? Ah, tak mungkin. Kalau saja ia sedang hornya pasti ia sudah gesek gesekan penisku ke memeknya. Ataukah mungkin ia hanya rindu dengan sebuah batang penis? Maklum saja ia sudah tiga tahun bercerai dengan suaminya. 

Lama kumemikirkan hal tersebut, justru membuat penisku menegang kembali. Mendadak ingin rasanya kusetubuhi Ibu Kos yang tidur didepanku ini. Akhirnya, akupun mendekati tubuh Teh Nini. Dalam benakku kalau saja ia tahu aku macam macam dengannya, akupun bisa beralasan kalau ia yang memulainya terlebuh dahulu. Akupun merasa santai dan tenang. 

Kupelorotkan kembali celanaku dan kini tampak penis keras yang sedang bergelantungan. Kurangkul pinggulnya dari belakang, lalu kudekap tubuhnya yang sedikit kendor itu perlahan. Kugesek gesekan penisku dibagian pantat Teh Nini. Oh, nikmatnya. Kini tangan kiriku bergerak keatas menuju payudaranya. Kuremas pelan pelan dari luar daster berbahan lembut itu. Kenyal sekali susu ini, padahal masih terbungkus daster pikirku. Setelah ku remas remas payudaranya, kini tangan kiriku kuturunkan dan kuselipkan kearah selakangan. Clek, kudapati celana dalamnya sudah banjir oleh lendir, kugosok CD nya perlahan dan terasa sangat licin sekali. Kumainkan jari jariku dibibir vaginanya yang masih terbungkus. Kemudian, selakangan itu nampak bergetar merasakan kegelian yang kusebabkan, dan seketika Teh Nini berbalik badan menghadapku dan segera melumat bibirku. Tanpa babibu ia mainkan lidahnya didalam bibirku dan akupun menyambut sapaan hangatnya. Tak kusangka ternyata Teh Nini belum tertidur dan ia justru menikmati perbuatanku sembari berpura pura tidur.

“Ayoo Miko bugilin teteh sekarang!!” pintanya kepadaku secara langsung tanpa pembukaan sedikitpun.

Segera kubangkit dari posisi tidurku dan kucoba singkirkan selimut yang mengganggu, langsung saja kulepas daster terusannya dari tubuh wanita 33 tahun itu. Setelah dasternya kulempar kelantai sekarang tampaklah tubuh yang tidak begitu kencang terbalut BH hitam dan celana dalam berwarna krem yang sudah basah kuyup dilanda lendir. 

Kudorong tubuh Teh Nini dari depan, kini ia terjatuh diranjang dan aku berada diatasnya sedang menindih. Kubuka pengait BH yang ada dibelakang, dan kini mencuatlah dua buah gundukan besar berukuran sekitar 36B dari dalam sangkarnya. Payudara itu sempat bergelayutan kekanan dan kekiri dengan indahnya. Telrihat puting yang berwarna cokelat muda dan areola yang berwarna lebih muda dan tak begitu lebar diameternya. Wow besar sekali! batinku dalam hati

Kucoba arahkan kedua tanganku untuk menakupnya, tak kusangka kedua tanganku tak kuasa mencakup seluruh bongkahan besar itu. Kucengkeram kuat kuat, dan tampak Teh Nini melenguh menikmatinya. Kuremas remas payudara itu, kuberikan treatment dengan sentuhan jari jemariku. Terasa putingnya semakin mengeras, puting wanita dewasa itu mencuat dan ukurannya lebih besar dari punya pacarku yang masih ABG. Bentuknya unik, dan membuatku tak kuasa untuk menjilatinya. Dan “Emmhh…” itulah yang keluar dari mulut Teh Nini ketika lidahku menyentuh puting yang mengeras itu.

Kini tanganku bergerak menuju kebawah, sembari menyedot nyedot puting Teh Nini tanganku bergerilya menggosoki bibir vaginanya yang masih terbungkus. Kurasakan semakin lama semakin basah dan licin, akhirnya kuputuskan untuk menyudahi sedotanku diputingnya dan kini aku beranjak kebawah untuk melepas celana dalam krem yang masih ia kenakan. Kupelorotkan dengan cepat dan kulemparkan kelantai. 

Kini tampaklah sebuah vagina yang mengankang ditumbuhi bulu bulu kemaluan yang lebat dan berwarna hitam mengkilap. Langsung kurabai memek itu dan kurasakan betapa licin dan basah. Kusibakan jembutnya perlahan hingga dapat kusaksikan belahan bibir vagina berwarna kemerah merahan itu secara langsung. Tak menunggu lama kini aku segera daratkan lidahku ke belahan bibir selakangan itu. Aromanya sangat kuat, mungkin ini bau khas dari tiap wanita yang berbeda beda, lendirnya asin persis seperti punya pacarku. Kujilati dengan cepat dan semakin lama semakin kasar. Kutemukan klentitnya tersembunyi disela sela bibir vagina, dan segera ku serang dengan menggigit gigit kecil klentit Teh Nini. 

“Teteh ga kuaaaat sayanggg…ayo masukin aja sekaraaaanggg…”

Ku angkat wajahku dari memeknya, kini aku berdiri diatas ranjang, dan Teh Nini pun ikut berdiri dengan lututnya, ia menyapu penisku dengan ludahnya sekan memberi pelumas bagi penisku. Langsung saja Teh Nini berinisiatif untuk menungging didepanku. Tak lama langsung kuselaraskan posisi doggy style itu dan perlahan kudaratkan penisku dibibir vaginanya. Kugesek gesek sebentar, dan sedikit demi sedikit ku-amblaskan tongkat saktiku kedalam liang kenikmatan. Awalnya, sedikit macet penisku dibuatnya. Teh Nini pun berkata bahwa semenjak bercerai dengan suaminya ia belum pernah sekalpiun disetubuhi oleh orang lain, jadi maklum saja kini vaginanya terasa sempit kembali. 

Setelah seperempat penisku tenggelam, kini akhirnya dapat kusodok juga memek berjembut lebat itu. “Akhhhh………..” Teh Nini mendesah keras ketika seluruh batang penisku amblas dilahap memeknya. Kudiamkan sebentar didalam, terasa kedutan kuat yang seolah menyedot penisku dari dalam. Kupegangi pinggul Teh Nini dengan kuat, lalu kugoyang memeknya maju mundur dengan tempo semakin lama semakin cepat.

“Plak..Plak…Plak” bunyi keras muncul akibat tumbukan paha kami berdua. Tampak dari atas kupandangi terdapat selulit yang melingkari pinggulnya, yah kuatahu itu adalah lemak Teh Nini karena ia jarang berolahraga. Tak jadi masalah, toh masih enak gini memeknya kusodok sodok. Keringatku bercucuran, lima menit sudah kami bergoyang dalam posisi menungging.

Akhirnya kurasakan kedutan yang semakin luarbiasa muncul dari dalam vagina Teh Nini, seketika itu menyemburlah cairan hangat dari dalam vaginanya dan mengguyur habis penisku yang masih tertancap didalam. Teh Nini orgasme, ia melenguh lenguh dan mendesah sembari tangannya meremas remas payudara yang sedang menggantung bebas itu. 

“Uuuhh… aaaaachhhh… genjot terus Mikooo…. hamilin teteh sekaranggggg…….”

Tak ingin kehilangan momen akupun menaikan RPM genjotan, bunyi gesekan paha kami semakin kencang dan semakin membuat birahiku sampai diubun ubun, dan akhirnya.

“Aaaaaachhhh…. ……………“

Jebol sudah pertahananku, tubuhku menggelinjang untuk kedua kalinya, kusemprotkan spermaku kedalam vagina Teh Nini. Ia menoleh kebelakang menghadapku dan tersenyum manis.

“Makasih Miko… teteh puas banget malam ini….” Kata Teh Nini dengan lembutnya.

***

Ingatan ingatan tadi justru membuatku jadi terangsang, penisku yang hanya terbungkus kolor basket itu mendadak mengeras. Lalu kuputuskan untuk bangkit dari tempat tidur, sejenak bercermin akupun keluar membuka pintu kamar. Kukejutkan dan kupeluk Teh Nini dari belakang dan segera ia berbalik menatapku. Ingin kutuntaskan perasaan kentang yang melandaku saat ini, akan kusetubuhi dengan maksimal Ibu Kos istimewaku.

“Idih… baru bangun udah nakal…” Kata Teh Nini sembari mencubit hidungku. END

Bu Limah yg Berjilbab

Ceritanya terjadi saat aku masih kuliah di sebuah universitas di dekat kalimalang-Jakarta Timur. Aku menyewa kamar semi permanen yang setengahnya tembok dan setengahnya lagi kayu milik seorang Ibu bernama Halimah yang biasa di panggil Bu Limah. Kamarku terletak agak di belakang rumah bersebelahan dengan kamar mandi. Bagian Belakang rumah Bu Limah di batasi tembok tinggi yang di
biarkan tanpa atap, di dalamnya di pergunakan Bu Limah untuk memelihara tanaman dan bunga-bungaan, disana juga tumbuh pohon belimbing yang rindang tempat ngadem dengan menggelar tikar. Kamarku berada persis di depannya. Di rumah itu hanya ada 2 kamar kost yang kusewa bersama seorang cowok mahasiswa juga tapi sudah skripsi jadi jarang dirumah. Bu Limah, Ibu kostku ini adalah seorang janda beranak tiga, semua anaknya sudah kawin dan tidak tinggal serumah lagi dengan Bu Limah. Ibu kost ku ini sebenarnya udah cukup tua umurnya kira-kira 50 tahunan, namun menurutku, untuk wanita seusianya tubuh Bu Limah masih terhitung bagus, meski agak gemuk namun masih terlihat montok dengan bongkahan pantatnya yang bahenol dan buah dadanya yang besar. Rambutnya
yang hitam panjang selalu di jepitnya di belakang kepalanya dengan pembawaan yang tenang dan ramah. Kalau sedang dirumah Bu Limah paling sering memakai daster tipis yang menerawangkan bentuk tubuhnya membuatku selalu mencuri-curi pandang kepadanya. Buah dadanya yang besar itu juga sering ku lihat terkadang tanpa di dibungkus BH sehingga tampak menggantung bergoyang-goyang saat badannya menunduk. Suatu hari ketika itu aku masuk siang, jadi agak santai. Setelah membeli koran aku kembali ke kamar untuk
membacanya, pintu kamar kubiarkan saja terbuka agar udara segar dapat masuk. Dari dalam kamar lewat pintu yang terbuka kulihat ibu kost berjalan sambil membawa handuk, rupanya mau mandi. Dia berhenti sejenak di depan kamarku dan menyapaku. 
”Kok belum berangkat? ” Sapanya .
”Iya Bu, hari ini masuk siang”. Jawabku.
”Wah enak dong bisa santai..,” Kata Bu Limah lagi sambil tersenyum dan meneruskan langkahnya menuju kamar mandi.
Dari kamar mandi ku dengar Bu Limah bersenandung kecil di timpali bunyi air. Saat itu pikiranku jadi ngeres dengan membayangkan Bu Limah telanjang membuat kemaluanku mengeras dan timbul keinginanku untuk mengintipnya. Segera kututup pintu kamarku dan dengan berhati-hati ku cari celah sambungan papan antara kamarku dengan kamar mandi. dan ternyata ada sedikit lubang tipis dari cat yang sudah terkelupas, tempatnya tepat agak dibawah dekat bak mandi. Dengan hati berdegub keras, ku tempelkan sebelah kelopak mataku pada lubang tipis itu, tampak Bu Limah yang sudah telanjang bulat, badannya yang montok dihiasi dengan kedua payudara besar yang biarpun sudah agak turun tapi tetap menantang, sedangkan pada selangkangannya, kemaluannya yang membukit ditutupi bulu cukup lebat. 
Bu Limah menyabuni teteknya agak lama, dia permainkan putingnya dengan memilin-milinnya, sedang tangan yang satu lagi menyabuni memeknya, jari telunjuknya dimasukan berulang-ulang sedangkan matanya tampak terpejam-pejam mungkin sedang menikmati, gerakannya itu kulihat seperti layaknya orang bersenggama. Bu Limah lalu menghentikan kegiatannya lalu berjongkok persis
menghadapku untuk mencuci BH dan celana dalamnya sehingga memeknya dengan jelas ku lihat membuat gairahku menyala-nyala. Ku keluarkan penisku yang sudah tegang berdiri, kumainkan dengan tanganku tak kuperdulikan lagi kemungkinan seandainya Bu Limah
mengetahui apa yang aku lakukan. Semakin lama nafsu seks ku semakin tak terkendali kepalaku sudah tidak bisa berfikir jernih lagi, yang ada di kepalaku bagaimana caranya bisa menikmati tubuh Bu Limah.
Bu Limah pun akhirnya selesai mandi, setelah mengelap tubuhnya dengan handuk, dililitkannya handuk itu menutupi tubuhnya, sedangkan pakaiannya di masukannya ke dalam ember yang ada di dalam kamar mandi. Aku pun segera bersiap-siap dengan rencanaku. Bu Limah pun keluar dari kamar mandi. Ketika Bu Limah melewati kamarku cepat ku buka pintu kamarku dan tanpa
berkata-kata lagi kupeluk tubuh Bu Limah dari belakang sambil menarik handuk yang di pakai Bu Limah hingga akhirnya Bu Limah telanjang, tanganku kuremaskan ke buah dadanya. 
”Aw, aduh.., apa-apaan nih..,” Pekik Bu Limah terkejut.
”Aduh Dal, jangan Dal ah…,” Bu Limah mencoba menghindar. Aku tetap tak perduli, tangan kananku malah ku arahkan ke memeknya, ku
kobel-kobel dan kucolokan jariku masuk ke dalamnya sambil ku ciumi tengkuk dan leher belakang Bu Limah. Tubuh Bu Limah mencoba berontak agar lepas tapi aku tak memberikan kesempatan dengan semakin mempereret pelukanku. 
”Aduh.., dal ingat dal, ah.., Ibu sudah tua Dal. Lepasin Ibu Dal.” Kata Bu Limah memohon.
”Hhh.., Ibu masih seksi koq, buktinya saya nafsu sama Ibu. Udah deh mendingan ibu nikmatin aja lagian kan ibu sudah lama nggak beginian.” Kataku memaksa.
”Tapi Ibu malu Dal, nanti kalau ada orang yang tahu gimana…?” iba Bu Limah.
”Ya makanya, mending ibu nikmatin saja, kalau begitu kan orang nggak bakalan ada yang tahu.” Tangkisku.
Akhirnya Bu Limah pun terdiam, tubuhnya tidak berusaha memberontak lagi aku semakin leluasa menjelajahi semua bagian tubuh Bu Limah, kadang kuelus-elus terkadang kuremas-remas seperti pada pantatnya yang besar dan montok itu. Menyadari sudah tidak ada penolakan dari Bu Limah, aku semakin mengintensifkan gerakanku ke bagian-bagian tubuh Bu Limah yang dapat membuat gairah Bu Limah semakin tinggi agar tidak kehilangan momen.
”Ahh.., ssshh…, aahh…, geli Dal, ahh..,” Bu Limah mendesah-desah pelan pertanda nafsu seksnya sudah bangkit.
Ku putar tubuhku menghadap Bu Limah, sambil tetap ku peluk, ku ciumi bibirnya, dan lidahku kumasukan ke dalam mulutnya. Bu Limah ternyata mulai mengimbangiku, di balasnya ciuman ku dengan ketat aku dan Bu Limah bergantian saling menghisap bibir dan lidah. Sambil begitu ku tuntun tangan Bu Limah ke kemaluanku dan ku selipkan tangannya ke dalam celana pendek training yang ku pakai. Tanpa ku minta Bu Limah menarik ke bawah celanaku hingga kontolku bebas mengacung. Digenggamnya kontoku, dengan jempolnya kepala penisku dielus-elusnya kemudian dikocoknya. Pelerku pun tak luput di jamahnya dengan meremasnya pelan, sesekali jarinya terasa menelusuri belahan pantatku melewati anus, sensasi seks yang ku rasakan benar-benar lain. Leher Bu Limah ganti ku ciumi lalu turun ke bagian dadanya. Buah dada Bu Limah yang besar itu kuciumi, kuremas-remas, kusedot-sedot dan ku jilati sepuasnya sedangkan pada putingnya selain ku pelintir-pelintir aku hisapi seperti bayi yang sedang menetek pada ibunya, yang ternyata membuat Bu Limah kian hot. Tangannya mengerumasi rambutku dan terkadang menekan kepalaku ke payudaranya. Desahanannya semakin sering terdengar.
”Aduh.., ahh.., sshh.., terus dal, aahh..,”
Dengan posisi tubuh Bu Limah yang tetap berdiri, aku merendahkan badanku, kuarahkan mulutku ke selangkangannya, Bu Limah
ternyata tau apa yang akan kulakukan, di renggangkannya kedua kakinya hingga sedikit mengangkang yang membuat ku lebih leluasa menciumi memeknya. Ku sibak bulu jembut di permukaan memeknya lalu ku dekatkan bibirku ke permukaan memeknya. Lidahku ku julurkan mengulas-ulas bibir memek Bu Limah, itilnya ku terkadang kujepit dengan bibirku sebelum kuhisap-hisap. Tak ketinggalan jariku colokan masuk ke dalam memek Bu Limah sambil ku putar-putar. Apa yang kulakukan itu membuat Bu Limah menggelinjang-gelinjang dengan mulut tak berhenti berdesah-desah kenikmatan.
”Ahh.., aww.., yahhh.., sshh.., terus Dal, iyaahh..”
Begitu bernafsunya aku dan Bu Limah bercinta, hingga aku dan Bu Limah sudah tidak perduli lagi kalau waktu itu kami bergelut di udara terbuka di belakang rumah Bu Limah. Tapi akhirnya kekhawatiranku muncul juga. Ku hentikan sejenak aktifitasku.
”Bu, sebentar yah, saya mau ngunci pintu dulu, takut ada yang datang.” Kataku sambil berdiri.
”Oh iya, untung kamu ingat, tapi cepet yah Dal, Ibu sudah nggak tahan nih,” Jawab Bu Limah nakal. Aku hanya tersenyum, sambil berlalu kuremas dulu tetek Bu Limah.
Sebenarnya jarak ke pintu hanya beberapa meter saja, berhubung aku dan Bu Limah sedang diliputi kenikmatan seks hingga tak mau kehilangan waktu meski sekejap.Setelah mengunci pintu aku kembali, kontolku terayun-ayun waktu berjalan karena celanaku sudah terlepas meskipun aku masih memakai kaos. 
”Kalau pintu depan dikunci nggak Bu?” Tanyaku ketika sudah dekat Bu Limah.
”Dikunci, dari pagi Ibu belum membukanya.” Jawab Bu Limah sambil merengkuh tubuhku ke pelukannya.
”Dal kita pindah ke kamar yuk!” Pinta Bu Limah.
”Disini aja deh bu, cari suasana lain, pasti Ibu belum pernah kan ngewe di sama bapak dulu di tempat terbuka seperti ini.”
”Ah, kamu ini ada-ada saja.” Elak Bu Limah sambil membuka kaosku.
Aku dan Bu Limah kembali berpagutan di atas kursi yang ku tarik dari depan kamarku, tubuh Bu Limah ku pangku di atas pahaku, Bu Limah semakin aktif menciumi ku, pentilku pun di hisap dan dijilatinya sedangkan tanganku menggerayangi memeknya yang semakin
basah. Bu Limah kemudian berdiri lalu berjongkok di hadapanku, dihadapkannya mukanya ke arah kontolku lalu lindahnya menjulur mengulas-ulas kepala kontolku beberapa saat kemudian di masukannya kontolku ke dalam mulutnya, di hisap-hisapnya dengan
menggerakan kepalanya maju mundur, kemudian pelirku di hisapnya juga. Gerakan lidah Bu Limah benar-benarmembuatku di penuhi kenikmatan.
”Ahh, enak Bu..,” Erangku penuh nafsu.
Tanganku mempermainkan buah dadanya yang menggantung bergoyang-goyang, sesekali ku remas rambutnya dan ku tekan kepalanya agar semakin dalam mulutnya melahap kontolku. Bu Limah lalu menghentikan hisapannya pada kontolku.
”Dal, ayo kontolmu masukin, memek Ibusudah kepengen banget di ewe.” Pintanya sambil membaringkantubuhnya di atas tikar dengan kedua kakinya dilebarkan memperlihatkan memeknya yang mekar.
Tanpa berkata lagi aku menyusul Bu Limah dan ku kangkangi tubuhnya dari atas. Bu Limah meraih kontolku lalu diarahkannya ke lubang memeknya. Setelah pas lalu ku tekan perlahan-lahan hingga kontolku masuk seluruhnya ke dalam memek Bu Limah lalu ku tarik dan ku masukan lagi dengan gerakan semakin cepat. Mulut Bu Limah terus berdesis-desis menahan nikmat. Tubuh Bu Limah terhentak-hentak karena dorongan tubuhku, buah dadanya yang bergerak-gerak indah kuremas-remas penuh nafsu, sambil terus bergerak aku dan Bu Limah berpelukan erat, mulutku dan mulutnya saling hisap. Bu Limah lalu memintaku berganti posisi di atas, aku berbaring dan Bu Limah duduk di atas selangkanganku setelah kontolku di masukannya ke dalam memeknya. Bu Limah menggoyang-goyangkan pantatnya, terasa seperti memeknya memilin-milin kontolku. Dari bawah tetek Bu Limah ternyata tampak lebih indah menggantung bergoyang-goyang. 
Aku dan Bu Limah kembali ke posisi semula. Gerakan aku dan Bu Limah semakin liar. Tusukan kontolku semakin cepat yang diimbangi dengan gerakan pantat Bu Limah yang kadang bergoyang ke kiri dan ke kanan kadang ke atas dan ke bawah menambah semakin panasnya permainan seks yang aku dan Bu Limah lakukan. Hingga akhirnya ku rasakan cairan spermaku segera keluar.
”Bu saya mau ke luar..,” Erangku.
”Ibu juga mau keluar, Dal..,” Desah Bu Limah.
Aku dan Bu Limah saling berpelukan dengan ketatnya, bibirku dan bibir Bu Limah saling hisap dengan erat dan spermaku pun menyemprot di dalam memek Bu Limah. Beberapa saat aku dan Bu Limah saling diam menikmati sisa-saisa kenikmatan. Sambil berbaring di atas tikar di bawah pohon rambutan yang rindang dengan tubuh sama-sama telanjang aku dan Bu Limah melepas lelah sambil ngobrol dan bercanda. Tanganku mempermainkan tetek Bu Limah entah mengapa aku suka sekali dengan tetek Bu Limah itu.
Aku dan Bu Limah lalu membersihkan badan di kamar mandi, saling gosok dan sambil remas hingga gairah ku dan gairah Bu Limah kembali bangkit, aku dan Bu limah kembali bersetubuh di kamar mandi sampai puas. Wanita seusia Bu Limah memang sangat
berpengalaman dalam memuaskan pasangannya, mereka tidak egois dalam menyalurkan gairah seksnya, bahkan yang kurasakan Bu Limah cenderung memanjakanku agar mendapatkan kenikmatan yang setinggi-tingginya. Maka karena itulah akupun merasa dituntut untuk bisa mengimbanginya. Gairahku terhadap Bu Limah entah kenapa selalu menyala, maunya setiap hari aku bisa menggaulinya, dan
ternyata Bu Limah pun demikian. Hal ini kudengar sendiri ketika aku mengajaknya untuk bersetubuh padahal ketika itu teman kostu sedang ada di kamarnya. Saat Bu Limah sedang mencuci piring kudekap dia dari belakang, tapi dengan halus Bu Limah menolaknya.
”Jangan sekarang Dal, nanti temanmu tahu.” Kata Bu Limah.
”Tapi Bu, saya sudah nggak tahan..,” Sanggahku.
”Ibu juga sama, malahan ibu pengennya tiap hari begituan sama kamu.” Akhirnya aku mengalah dan kembali ke kamarku dengan kepala penuh hasrat yang tak terlampiaskan.
Sudah 4 hari ini gairahku tak tersalurkan, aku dan Bu Limah hanya bisa saling bertukar kode tanpa bisa berbuat lebih, hingga ketika itu sore, mendadak temanku pulang ke kampungnya setelah dapat telepon bapaknya sakit. Setelah temanku pergi ku kunci pintu lalu segera aku mencari Bu Limah. Di dalam rumah tampak Bu Limah baru keluar dari kamarnya. Bu Limah ketika itu memakai baju kurung berkerudung sepertinya Bu Limah mau pergi.
”Mau ke mana Bu?” Tanyaku mendekatinya.
”Ibu mau ngaji dulu Dal..,” Jawab Bu Limah.
”..Bu, ayo dong, sudah lama nih..,” Rujukku.
”Nanti aja yah Dal, Ibu cuma sebentar koq ngajinya.” Sanggah Bu Limah.
”Ayo lah Bu sebentar aja..,” Paksaku sambil ku peluk Bu Limah. 
Tanganku segera saja menjalar ke balik baju Bu Limah yang gombrong. Buah dada Bu Limah yang besar yang selama beberapa hari ini ku rindukan, jadi mainanku.
”..Dasar kamu, nggak sabaran banget.., tapi sebentar aja yah!” Rengek Bu Limah akhirnya pasrah.
Ternyata Bu Limah juga sudah panas, ciuman bibirku segera di balasnya dengan bergelora. Meskipun waktu itu Bu Limah memakai kerudung tak menghalangi aku dan Bu Limah untuk saling berbagi kenikmatan malahan aku merasa ada nuansa yang lain yang kian membuat gairah bercintaku menjadi-jadi dan permintaan Bu Limah melepas kerudungnya pun kularang.
”Dal, kerudungnya Ibu lepas dulu yah!” Pinta Bu limah.
”Jangan Bu, biarin saja, saya semakin bernafsu melihat pakai kerudung..” Larangku.
”Ah kamu ini ada-ada saja.” Sambil terus berciuman Bu Limah melepas Bhnya, lalu bajunya ku angkat
ke atas dan ku sorongkan wajahku menjamah buah dadanya. Ku ciumi dan ku jilati sepuas-puasnya. Bu Limah merengek-rengek kecil sambil tangannya mengerumasi rambutku.
”..Ah.., ngghh.., yah.., sshh.., ahh..,” Suara Bu Limah pelan.
Tangan Bu Limah menarik celanaku hingga kontolku yang sudah keras itu mengacung bebas, lalu di permainkannya kontolku denganmeremas-remasnya. Kain bawahan yang di pakai Bu Limah ku angkat dan ku gelungkan di pinggangnya, lalu pantatnya ku remas-remas setelah kutarik celana dalamnya.
”Dal.., ayo Dal cepet masukin..,” Pinta Bu Limah.
”Iya Bu, disini aja ya Bu!” Jawabku sambil membimbing tubuh Bu Limah ke kursi panjang yang ada di ruang tamu. 
”Tapi nanti kalau ada orang gimana Dal?” Tanya Bu Limah khawatir.
”Tenang aja Bu, kan kita nggak telanjang” Aku meyakinkan Bu Limah.
”Dal, Ibu di atas yah..!” Bu Limah meminta posisi di atas.
Aku mengiyakan kemauan Bu Limah, ku dudukan tubuhku di atas kursi panjang dengan posisi agak berbaring, selanjutnya Bu limah menempatkan tubuhnya di atasku, dengan kedua kaki melipat sejajar pahaku, lalu Bu limah menurunkan tubuhnya dan mengarahkan memeknya ke kontolku. Kontolku dipegangnya agar pas dengan lubang memeknya. Setelah itu Bu Limah menekan tubuhnya hingga kontolku masuk ke dalam memeknya sampai dasar lalu diputar-putarnya pantatnya, lalu diangkatnya memeknya dan di tekan lagi sambil di putar-putar dengan gerakan semakin cepat. Buah dada Bu Limah yang besar bergoyang keras mengikuti gerakan tubuh Bu Limah yang semakin liar itu segera ku sosor dengan mulutku, kuciumi dan ku hisapi hingga meninggalkan tanda merah, sementara tanganku meremas-remas bongkahan pantatnya. 
Biarpun Bu Limah tidak melepas pakaian dan kerudungnya persetubuhan aku dan Bu Limah tetap dahsyat malah semakin membuatku bernafsu. Ku imbangi gerakan Bu Limah dengan menghentakan pantatku ke atas apabila Bu Limah Menekan ke bawah sehingga aku merasakan kontolku seperti menghujam ke dalam memek Bu Limah, membuatnya semakin terhempas-hempas kenikmatan.
”Ahhh.., ssshh.., mmhh.., Yaahh..,” Mulut Bu Limah tak berhenti merintih.
”Ayo Dal, terus tusuk yang dalam memek Ibu.., iyyahh..,” Katanya di sela-sela rintihannya.
Setelah beberapa saat aku dan Bu Limah saling menggenjot dengan posisi Bu Limah tetap di atas, kurasakan spermaku mau keluar.
”Bu saya mau keluar.., Bu..,” Erangku.
”Ibu juga dal, mau kaluar.., aahh..,” Balas Bu Limah.
Gerakan tubuh ku dan tubuh Bu Limah sudah tidak beraturan lagi, aku dan Bu Limah semakin liar menjelang klimaks. Tubuhku dan tubuh Bu Limah saling peluk erat, bibir ku dan bibir Bu Limah bertautan erat saling hisap, hingga akhirnya tubuhku dan tubuh Bu Limah sama-sama mengejang, spermaku pun tumpah di dalam memek Bu Limah. Aku dan Bu limah bersama-sama menikmati puncak permainan seks yang bergelora walaupun tidak begitu lama. Aku dan Bu Limah sama-sama terdiam dengan masih berpelukan menikmati sisa-sisa gairah. Setelah keadaan dirasa normal Bu Limah mengangkat tubuhnya lalu berdiri, baru tampak olehku kalau pakaian dan kerudung yang dipakai Bu Limah begitu acak-acakan akibat pergumalan tadi.
”Udah ya Dal, Ibu mau berangkat.” Kata Bu Limah sambil beranjak menuju kamar mandi. 
Aku lalu mengikutinya. Aku dan Bu Limah sama-sama masuk kamar mandi untuk membersihkan cairan sisa pergumulan. Sambil saling bercanda aku dan Bu Limah saling Basuh.
”Gara-gara ini nih Ibu jadi terlambat..,” Kata Bu Limah sambil meremas pelan kontolku yang mulai layu.
Aku hanya nyengir mendengar gurauan Bu Limah. Setelah dirasa bersih aku dan Bu Limah keluar dari kamar mandi, aku masuk ke dalam kamarku sedang Bu Limah berjalan ke dalam rumah. Ku ganti kaos dan celanaku lalu aku duduk di depan kamarku, ngeroko sambil baca koran. Dari dalam terlihat Bu Limah berjalan ke arahku dia sekarang sudah rapi kembali.
”Dal, Ibu berangkat ngaji dulu yah..,kalau mau istirahat jangan lupa pintu depan kunci dulu.” Kata Bu Limah.
”Iya Bu”. Jawabku sambil berdiri dan berjalan mengikuti Bu Limah, iseng ku remas pantat Bu Limah yang bergoyang-goyang dari belakang, Bu Limah hanya mendelik manja.
”..ah nakal kamu Dal, belum puas yah..?”
”Nggak tahu nih Bu, kalau ngelihat Ibu bawaannya jadi nafsu.” Jawabku.
Setelah menutup pintu aku kembali ke kamar untuk tidur siang. Malamnya aku dan Bu Limah nonton TV berdua di rumahnya, kami hanya mengobrol dan bercanda saja, tak enak juga untuk mengajak Bu Limah bersetubuh lagi kasihan sepertinya dia cape. Ketika aku mau kembali ke kamar kudengar telepon Bu Limah berderingyang ternyata dari cucunya Bu Limah yang mengatakan bahwa besok siang mau berkunjung. Wah alamat gairahku bisa tak tersalurkan lagi nih, kataku dalam hati. Esoknya, kira-kira jam setengah tujuh pagi, aku bangun dan langsung mandi. Saat berjalan ke kamar mandi kulihat Bu Limah sedang berada di dapur dengan hanya memakai daster tipis membuat gairahku naik. Ketika mandi pikirankuterus tertuju ke Bu Limah, pikirku, kalau nggak sekarang menikmati tubuh Bu Limah bisa gigit jari deh, soalnya cucu Bu Limah kalau datang bisa berhari-hari, dan acara mandi pagi pun ku percepat. 
Setelah selesai mandi, aku segera masuk embali ke dalam kamarku lalu memakai kaos dan celana pendek biar praktis. Aku lalu ke luar dari kamarku sambil mengendap-ngendap mendekati Bu Limah yang sedang berdiri di depan meja dapur membelakangiku. Setelah dekat dengan Bu Limah langsung ku susupkan kepalaku ke bawah pantat Bu Limah setelah terlebih dahulu bagian bawah dasternya aku angkat , ternyata Bu Limah tidak memakai celana dalam, dan belahan pantat Bu Limah pun ku ciumi penuh nafsu.
”Aw!.., apaan nih..!” Teriak Bu Limah terkaget-kaget merasakan sesuatu pada pantatnya, tapi setelah tahu aku yang melakukannya Bu Limah pun tenang kembali.
”Iiih, kamu ini ngapain sih, ngagetin Ibu aja, untung Ibu nggak Jantungan”. Rutuknya, sambil membiarkan saja apa yang aku lakukan terhadapnya.
Ku ciumi sekeliling pantat Bu Limah yang masih berwangi sabun, rupanya Bu Limah juga baru habis mandi. Dari balik dasternya, tanganku ku julurkan ke ke atas untuk meraih teteknya yang menggantung yang juga tidak tertutup BH, setelah terpegang lalu ku remas-remas, sedangkan Bu Limah sejauh ini masih cuek saja dengan terus memilih-milih sayuran.
”Dal, Ibu sih sudah menebak kalau pagi ini kamu pasti minta jatah sama Ibu.” Kata Bu Limah.
”Koq Ibu tahu..?.” Tanyaku dari balik dasternya.
”Kamu semalam denger kan kalau cucu Ibu mau datang. Kasihan deh kamu Dal, bakal nganggur beberapa hari, hi.., hi.., hi..,” Jawab Bu Limah sambil tertawa mengikik membayangkan penderitaanku nanti.
”Iya Bu, nasib-nasib.., ” Sesalku.
Bu Limah kembali tertawa mendengar ratapanku itu. Sambil terus menciumi pantat Bu Limah, kuminta dia melebarkan kedua kakinya agar mengangkang, lalu ku geser tubuhku semakin kedalam dan ku balikan badanku dengan wajah menghadap keatas persis di bawah memek Bu Limah. Memek Bu Limah yang berbulu tebal itu lalu ku ciumi dan ku jilati, lubang memeknya ku masuki dengan jari tanganku sambil ku putar- putar di dalamnya. Bu Limah pun mengimbangi dengan menggoyang-goyangkan dan menekan-nekankan pantatnya, sepertinya gairah Bu Limah pun mulai naik.
”Dal berhenti sebentar, Dal” Pintanya.
Dan setelah aku menghentikan kegiatanku, dengan masih tetap berdiri ditariknya kursi makan di sebelahku lalu diangkatnya satu kakinya dan di letakan di atas kursi, dengan posisi seperti itu memungkinkan aku semakin bebas menjelajahi memeknya. Memek Bu Limah pun kembali ku jelajahi dengan rakus. Tak lama berselang, kurasakan tubuh Bu Limah yang kini setengah berbaring dengan kepala menggeletak di atas meja, mengejang, satu tangannya menekan kepalaku membuatnya tersuruk kian dalam ke memeknya disertai dengan lenguhan panjang. Setelah itu perlahan-lahan gerakan tubuh Bi Limah pun melemah, kemudian terhenti, hanya dengus nafasnya saja terdengar masih cepat. Seiring dengan melemahnya gerakan Bu Limah, aku pun menghentikan permainan ku pada memek Bu Limah. Tanganku kini berpindah meremasi buah dada Bu Limah yang menggantung bergoyang-goyang karena kepala Bu Limah masih tergeletak di atas meja dan tubuhnya menjadi doyong ke depan. Mulutku ikut menyerbu, buah dada Bu Limah dengan rakus ku ciumi, ku hisapi dan kuremas-remas. 
Setelah merasa pulih, Bu Limah lalu bangkit, dan akupun kemudian duduk di atas kursi. Bu Limah lalu memelukku dari arah depan hingga kedua teteknya yang empuk menghimpitku karena saat itu aku masih duduk di kursi. Bu Limah menciumi kepalaku lalu ciumannya turun ke wajah. Aku dan Limah saling berpagutan dan bertukar lidah. u Limah Lalu jongkok, di tariknya celana pendekku hingga kontolku yang sudah keras itu mengacung. Dipermainkannya kontolku dengan mengocoknya lalu dimasukannya ke dalam mulutnya sambil di hisap-hisapnya.
Aku dan Bu Limah menuju ke menu utama permainan, dengan menyingsingkan dasternya, Bu Limah lalu membaringkan tubuhnya diatas meja dengan satu kaki tetap menginjak lantai sedang yang satunya di angkat melintang sejajar tepian meja, menampilkan pemandangan erotis pada memeknya. Terlihat memeknya sedikit mendongak. Segera kuarahkan kontolku ke belahan memek Bu Limah, kemudian ku dorong hingga amblas dan ku tarik lagi dengan lebih cepat. Tubuh Bu Limah terhempas-hempas terdorong oleh hentakanku, untung saja meja makan yang di jadikan tumpuan tubuh Bu Limah kuat, itupun sesekali beradu juga dengan dinding hingga menimbulkan suara berdegup. Aku dan Bu Limah lalu berganti posisi dengan berbaring di lantai dapur. Bu Limah memiringkan tubuhnya, aku yang sudah berjongkok di depannya segera mengangkat dan menahannya dengan pandak satu kaki Bu Limah hingga terpentang, lalu kuarahkan kontolku ke memek Bu Limah yang tampak merekah itu dan ku tusukan hingga dasar memek Bu Limah.
Ketika kurasakan saat-saat puncak sudah dekat, ku setubuhi Bu Limah dengan meniindihnya dari atas, mulutku menciumi buah dada Bu Limah dan kedua kaki Bu Limah melingkar di pinggangku. Setelah beberapa kali hentakan keras, akhirnya aku klimaks, spermaku tumpah di dalam memek Bu Limah. Aku dan Bu Limah berpelukan erat dengan bibir saling berpagutan, aku dan Bu Limah mengahiri pergulatan dengan puas. Setelah itu aku dan Bu Limah segera bangkit karena khawatir kalau-kalau cucu Bu Limah datang, dan benar saja tak lama setelah aku tidur-tiduran di kamarku terdengar cucu-cucu Bu Limah datang.
Ternyata cucu Bu Limah tinggal lama karena sekolahnya sedang libur panjang, tinggal aku yang sengsara menahan gairah sama Bu Limah yang tidak dapat tersalurkan. Akhirnya aku tak tahan lagi, suatu sore, ketika Bu Limah hendak mandi dan cucunya sedang main di depan, ku hentikan langkah Bu Limah di depan kamarku dengan berpura-pura ngobrol aku utarakan hasratku pada Bu Limah.
”Bu, saya sudah nggak tahan lagi nih..,” Rengekku pelan pada Bu Limah.
”Sabar dong Dal, kamu kan tahu sendiri ada cucuku, Ibu juga sama, sudah kepengen, tapi ya gimana.” Jawab Bu Limah.
”Tuh Ibu juga sudah kepengen kan, ayolah Bu, sebentar saja.” Desakku.
”Iya sih, tapi nggak ada kesempatannya, cucu Ibu itu lho, maunya sama Ibu terus..”
”Bu, gimana kalau nanti malam, setelah cucu Ibu tidur Ibu pura-pura saja sakit perut, atau setelah semua tidur Ibu nanti ke sini.”
”Terus kalau pas kita lagi begitu adayang ke kamar mandi gimana?” Kata Bu Limah Khawatir.
”Kita kan begituannya tidak di kamar mandi.”
”Habis dimana?, di kamarmu?” Tanya Bu Limah lagi.
”Ya nggak lah itu sih resikonya sama, disitu aja tuh, tempatnya kan gelap, orang nggak akan melihat kita, lagian kalau ada orang rumah yang keluar kita bisa segera tahu.” Kataku sambil menunjuk tempat dekat pohon belimbing di depan gudang yang kalau malam gelap gulita.
”Ya udah deh kalau gitu, nanti malam ibu coba kesini, sudah ya nanti ada melihat.” Jawab Bu Limah setuju.
Saat Bu Limah berlalu, setelah melihat keadaan di dalam rumah Bu Limah sepi, aku sempatkan meremas bongkahan pantatnya. Bu Limah hanya merintih pelan sambil terus berjalan ke kamar mandi.Untuk semakin mematangkan rencana, dari sehabis isya aku berpura-pura tidur dan lampu kamarku pun ku matikan. 
Menjelang tengah malam sekitar jam sebelas ku dengar pintu belakang rumah Bu Limah di buka, segera kuintip dari celah jendela, seperti yang ku harapkan, terlihat memang Bu Limah yang keluar. Segera aku bangun dan keluar. Tanpa mengeluarkan kata, setelah menutup kembali pintu rumahnya dan melihatku keluar dari kamar, Bu Limah langsung menuju tempat yang telah di rencanakan, aku menyusulnya delangkah hati-hati. Setelah berdekatan, aku dan Bu Limah langsung saling berpelukan sambil berciuman dengan panas. Bibirku dan bibir Bu Limah saling pagut dengan liar dan penuh nafsu untuk melepaskannya yang selama ini sama-sama di tahan. Tanganku dan tangan Bu Limah sama sama sibuk saling menggerayangi. Ku selusupkan tanganku ke balik daster Bu Limah hingga bagian bawah daster Bu Limah ikut terangkat ketika tanganku mulai ku remaskan ke belahan pantatnya lalu berpindah ke depan mengobel memeknya yang ternyata tidak bercelana dalam. Bulu jembutnya yang lebat ku permainkan dulu dengan menarik- nariknya dengan pelan sebelum menjamah memeknya. Memek Bu Limah yang tembam itu lalu kepermainkan, itilnya kucubit-cubit halus, jariku lalu ku masukan ke belahan memek Bu limah dan kuputar- putar di dalamnya. Sedangkan tangan Bu limah segera menyongsong kontolku yang sudah tegang di kocok-kocoknya perlahan batang kontolku seperti sedang mengurut, kemudian berpindah meremas buah zakarku. Karena situasinya tidak begitu begitu kondusif aku dan Bu Limah tidak berlama-lama melakukan cumbuan, segera saja aku dan Bu limah bersetubuh. 
Dengan mencoba tetap waspada kalau-kalau ada orang rumah yang keluar. Tubuh Bu Limah berdiri menyender di dinding dengan ujung daster bagian bawah di tariknya ke atas, satu kakinya naikan ke atas dan ku tahan dengan tanganku, tubuhku menghimpit tubuh Bu Limah ke dinding dan setelah dirasa posisinya pas mulai ku hujamkan kontolku ke memek Bu Limah. Biarpun dalam keadaan yang tidak begitu leluasa, aku dan Bu Limah saling bergelut dengan liar. Aku dan Bu Limah sama-sama penuh gairah dalam persetubuhan yang kami lakukan. Nafasku dan nafas Bu Limah saling memburu. Dengan tetap menusuk-nusukan kontolku tubuh Bu Limah sedikit ku angkat dengan tangan ku yang sebelumnya meremasa-remas bongkahan pantat Bu Limah. Aku dan Bu Limah terus bergerak untuk saling berbagi kenikmatan dengan mulut yang tanpa mengeluarkan suara angkat dan kutahan. Dengan cara seperti itu ternyata aku merasakan sensasi bersetubuh yang lain, yang tak kalah nikmat nya dengan persetubuhan biasa.
Aku dan Bu Limah menjadi lebih panas dan penuh gairah untuk segera menuntaskan permainan penuh nafsu ini. Mukaku ku labuhkan di tengah-tengah payudara Bu Limah setelah Bu Limah membuka kancing daster nya, lalu ku permainkan buah dada Bu Limah dengan mulutku dengan menciumi dan menghisapinya dan pada putingnya mulut ku menyosot seperti sedang menyusu membuat Bu Limah meliuk-liuk penuk nikmat. Dan Akhinya dengan tanpa merubah posisi kami yang tetap berdiri aku dan Bu Limah sampai ke ujung klimaks, tubuhku dan tubuh Bu Limah bergelut kian rapat, pantat Bu Limah menggeol-geol tak beraturan dengan semakin liar dan ku hujamankan kontolku semakin kencang sedangkan bibirku dan bibir Bu Limah terus berpagutan dengan ganasnya saling melumat dan bertukar lidah, hingga pada akhirnya tubuhku dan tubuh Bu Limah sama-sama mengejang menahan kenikmatan yang tiada tara itu, spermaku pun tumpah memenuhi rongga-rongga memek Bu Limah. Tubuh Bu Limah setengah ku gendong saat itu dengan kedua tanganku mencengkram pantat Bu Limah sekaligus menahan tubuh Bu Limah.
Aku dan Bu Limah sama-sama terdiam dengan tubuh tetap berpelukan menikmati sisa-sisa gairah dan nafas yang saling menderu.
”Ternyata enak juga ya Dal bersetubuh begini.” Bu Limah berbisik pelan di telingaku.
”Iya Bu.” Jawabku singkat.
Kontolku yang mulai menciut pun terlepas dengan sendirinya ketika ku renggangkan tubuhku untuk memberi ruang kepada Bu Limah.
”Besok malam gimana Bu?” Tanyaku.
”Gimanan besok aja deh Dal, kita cari cara yang lain, udah yah Ibu mau masuk” Jawab Bu Limah.
”Sebentar Bu..,” Cegahku sambil membuka lagi belahan daster bagian dada Bu Limah yang belum sempat di kancingkan lalu ku ciumi lagi buah dada Bu Limah yang besar itu seperti tak ada bosannya.
”Iihh.., kamu ini nggak ada puasnya ya..,”. Sahut Bu Limah manja.
Tak berapa lama sosoran ku kusudahi, dan Bu Limah lalu berjalan menuju pintu, aku mengikutinya dengan memeluknya dari belakang, sambil berjalan ku ciumi tengkuk Bu Limah dan tanganku ku meremas-remas payudaranya. Setelah meremas kontolku Bu Limah pun masuk ke dalam rumah. 
Hubungan persetubuhanku dengan Bu Limah terus terjadi dan kian lama ku rasakan kian hot saja hingga kalau tidak halangan bisa tiap hari aku dan Bu Limah bersetubuh dengan gaya yang liar. Pergumulan penuh nafsuku dengan Bu Limah itu terus berlangsung dengan aman sampai aku lulus dan diwisuda dan berlanjut saat aku mulai kerja karena aku tetap kost/tinggal di rumah Bu Limah. Bahkan hingga akhirnya aku menikah dan pindah rumah pun sesekali aku tetap menyambangi Bu Limah untuk bercinta dengan Bu Limah, entah kenapa aku tak pernah bosan untuk menyetubuhi Bu Limah, dan sebaliknya Bu Limah pun dengan menggebu-gebu tetap melayaniku bersenggama.